Jumat, 07 September 2007

Menyiapkan Kader Pimpinan

Menyiapkan Kader Pimpinan
Oleh Roesanto [1]

Salah satu karakter menonjol seorang “leader” sejati ialah kemampuannya menciptakan budaya terbuka untuk berani menerima kesalahan. Dia realistis apabila menghadapi kesalahan atau kegagalan. Dia akan menerima kegagalan dengan penuh sikap mental positip untuk selanjutnya segera mengkoreksi kegagalan tersebut. Dia pantang menyerah terhadap kegagalan. Dia tidak takut menghadapi itu. Sebab ia yakin bahwa kegagalan merupakan tantangan sekeligus peluang. Dia tidak pernah patah semangat dalam menghadapi berbagai kesulitan. Semangat dan keuletan sebagai “leader”, menumbuhkan nuansa positip iklim kerja unit atau organisasi yang di pimpinnya.
Seorang “leader”, mampu menumbuhkan semangat kerja pegawai untuk berani menentukan keputusan yang beresiko, secara pruden. Dia, mendorong pegawai untuk berani melakukan eksperimen, mencari peluang dan melakukan berbagai terobosan. Dia bisa menumbuhkan percaya diri pegawai, sesuai potensi dan tanggung jawab masing-masing.
Apabila terjadi kesalahan yang dilakukan pegawai, dia langsung membantu membenahinya. Karena dialah yang akontabel terhadap kelancaran tugas. Dalam menghadapi kesalahan dan kegagalan, dia selalu bersikap positip, untuk segera membenahinya. Semua itu dilakukan untuk menciptakan kreativitas sehingga jiwa entreprenership semua jajaran organisasi, berkembang subur.
Harus diakui, tanpa kita mengalami kesalahan atau kegagalan, kita tidak akan pernah meraih sukses besar. Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Melalui berbagai kegagalan, kita banyak memperoleh pelajaran. Lama-kelamaan, kita akan semakin peka, jeli dan cerdik dalam menangani berbagai penugasan.
Kesalahan, kerapkali tidak bisa dihindari.Seorang entrepreneur tidak pernah percaya bahwa hanya ada satu jawaban untuk berbagai masalah. Satu jawaban benar, rasanya hampir tidak pernah ada. Sebab, selalu ada beberapa alternative jawaban yang bisa diterapkan untuk memecahkan masalah.
Yang terpenting dalam menghadapi kegagalan atau masalah, terletak pada kemampuan kita memformulasi respons kita dalam mengeksekusi pembenahan masalahnya. Kita harus sudah puas dengan hasil kerja yang prima. Hasil sempurna hanya bisa dilakukan oleh Tuhan.
Lakukan eksekusi apabila Anda merasa benar. Tetapi sadarilah bahwa kita bisa juga salah memperhitungkan. Terimalah kemungkinan terjadi kesalahan sehingga kita gagal merealisasi tugas. Kesadaran bahwa kita tidak bisa seratus persen benar setiap waktu, memberi kebebasan kita untuk mencoba cara yang kita kira terbaik untuk dijalankan pada suatu saat tertentu. Sudah tentu, kita perlu meyakini bahwa sutau ketika, kita merasa benar dalam melakukan tugas. Hanya saja, kita harus menyadari bahwa kita tidak selalu benar. janganlah takut menghadapi kegagalan. Yang terpenting, kita tidak boleh patah semangat.
Anda ingin berbuat benar atau Anda ingin menciptakan suasana kerja yang menjadi landasan untuk meraih sukses? Membangun perusahaan yang berhasil, sama hanlnya dengan perjuangan menghadapi peperangan. Kita harus teguh memegang sasaran yang ingin kita capai. Kita harus terus maju untuk menggapai sasaran tersebut.
Sikap bertahan, defensive atau mempertahankan stsuts quo, hanya menghabiskan waktu, tenaga dan biaya saja. Belajarlah dari kesalahan atau kegagalan dan terus maju. Terimalah kritik yang konstruktif dari berbagai pihak. Dan jangan lupa selalu mengucapkan terima kasih kepada yang memberi kritik tersebut. Demikian juga, berikanlah bantuan, saran untuk mereka yang sedang mengalami kesulitan.

Menyiapkan “leader” berkualitas lebih baik.

Sejalan dengan perkembangan persaingan yang semakin mendunia, rasanya setiap institusi – baik perusahaan maupun institusi pendidikan tinggi – harus menyiapkan kader pimpinan masa depan mereka. Untuk mendukung keberhasilan program pengembangan “leadership” beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, natara lain sebagai berikut: (Weinstein, 2006, p.31):[2]

· Ada keterlibatan langsung “top management”, secara nyata. Agar pengembangan pimpinan berhasil baik, pimpinan senior harus terlibat aktif dan men-support proses pengembangan pimpinan. Pengembangan kapasitas leadership merupakan aktivitas terkait dengan strategi bisnis. Bahkan faktor leadership merupakan “pelumas” eksekusi strategi yang berarti bagi keberhasilan perusahaan.
· Program pengembangan leadership diperlakukan sebagai proses, bukan sekedar kegiatan terfragmentasi. Pengembangan leadership, bukan hanya meningkatkan/memantapkan “leadership skills” atau kapasitas manager dalam mengarahkan kegiatan bisnis. Karena pengembangan leadership bukan sekedar peristiwa biasa, maka harus melibatkan pendekatan mentoring dan proses pembelajaran dari pengalaman kerja secara nyata.
· Pengembangan leadership harus menciptakan nilai tambah secara nyata bagi kepentingan perusahaan. Misalnya, meningkatkan profit, efisiensi dan produktivitas secara “SMARTER”. Kejelasan tujuan tersebut, mengharuskan manager untuk mengembangkan kerjasama lintas-fungsional. Manager harus menyadari bahwa pengembangan leadership, merupakan investasi agar mereka bisa meingkatkan kinerja pribadi secara lebih baik. Menekan tingkat turnover pegawai dan mampu bekerja lebih produktif.
· Terintegrasi secara stratejik. Ini berarti bahwa pelatihan leadership harus terkait dengan masalah bisnis perusahaan secara spesifik dan eksplisit. Pimpinan harus belajar bagaimana menjadi leaders lebih baik dalam memecahkan realita masalah bisnis yang dihadapi perusahaan

Self-Management and Character perlu dimantapkan

Faktor yang paling esensial harus dimiliki pimpinan agar meraih sukses dalam tugas ialah kemampuan “self-management” dan memiliki “character” yang kuat. Kedua faktor tersebut merupakan kapasitas pimpinan dalam menyelesaikan tugas tepat waktu; dalam memenuhi komitmennya; mengemukanan kebenaran; menepati janji; bertindak konsisten – satunya kata dengan perbuatannya; dan selalu memegang teguh akontabilitasnya terhadap apa yang dilakukan ataupun terhadap apa yang tidak dilakukannya.
Kemampuan “self-management” dan “character” yang kuat, pada dasarnya merupakan kemampuan (Brooks, 2006): [3]

Bersikap simpatik, tekun, ulet dan fokus
Bertindak jujur penuh integritas
Memenuhi semua komitemen yang dibuatnya
Bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dilakukannya failures
Bekerja keras untuk memenuhi komitmen nya
Berperilaku pro-aktif, positip dan bersikap kreatif
Menjaga rasa saling percaya dan kerahasiaan dengan teguh

Ternyata semua kompetensi diatas hanya bisa kita pelajari melalui praktek nyata dalam kehidupan kita melalui interksi kita dengan “orang-tua, rekan, pengalaman, aktivitas pembelajaran klasikal, individu atau tim olah-raga serta pembelajaran dari-hari-ke-hari selama kita bertumbuh. Semua itu sulit kita sulit mendapatnya dari bangku sekolah atau pelatihan managerial. Pengalaman hidup kitalah yang akan mematangkan kompetensi yang kita butuhkan itu.
Apabila kita ingin belajar menjadi individu yang lebih efektif, kita harus menguasai keterampilan: Goal setting; Time management; Planning; Listening, and Scheduling (Brooks, 2006).
Apabila kita tidak menguasai faktor esensial tersebut – sekalipun kita baik dalam “prospecting, selling, menguasai product knowledge dengan baik, akhirnya diapun akan mengalami kegagalan. Dia akan mengalami kegagalan ditinjau dari perspektif atasan dan konsumen. Apa arti semua ini bagi kita?

Kita lebih mengkhawatirkan etika kerja pribadi, cara menyelesaikan tugas dan komitmennya ketimbang mencermati kemampuan kerja lainnya.
Membuat project improvement terbesar untuk kepentingan sendiri
Jujur pada diri sendiri begitu kita menilai kemampuan untuk memenuhi janji, untuk menyelesaikan tugas dan dalam menerima responsibilitas-nya
Mememenuhi kewajiban yang belum pernah kita buat untuk kepentingan setiap orang
Menjadikan self-management menjadi kebiasaan yang terobsesi untuk komit terhadap proses, penyelesaian serta kerjasama dalam penugasan.

Bekerja keraslah untuk semua itu. Belajarlah melatih disiplin diri. Terus berusaha untuk mampu manage diri sendiri. Tanpa kemampuan “self management” rasnya kita tidak akan mampu manage orang lain.

Kriteria keberhasilan bisnis:

Perusahaan sekarang ini sangat membutuhkan kader pimpinan yang berkualitas. Tidak heran, kalau proses seleksi calon pegawai atau staff baru diberbagai perusahaan berjalan rumit. Sebab, mereka mencari kader pimpinan yang akan menghadapi situasi bisnis yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Mereka membutuhkan pimpinan yang mampu mengeksekusi kegiatan organisasi dengan karakteristik sebagai berikut:

Memiliki semangat dan niat besar dalam memantapkan profesi yang ingin dikuasainya. Semangat dan entusiasme pribadi merupakan kunci penting untuk meraih keberhasilan di-setiap penugasan yang di percayakan kepadanya. Hasil kajian ilmiah menunjukkan bahwa sub-conscious atau bawah sadar manusia 99% sangat mewarnai pola pikirnya. Hasrat dan semangat manusia merupakan kunci yang bisa membuka bawah sadar manusia dan mentransformasikan dari kemampuan pikir rerata menjadi genius. Apabila anda tidak menyenangi apa yang anda lakukan, anda tidak akan pernah mampu berprestasi dengan baik. Apabila anda menghabiskan sebagian besar waktu anda dalam profesi anda, kehidupan anda tidak akan bisa menyenangkan kalau dibanding dalam menjalankan profesi yang anda kuasai benar
Seorang profesional, umumnya memiliki cirri khas seperti, misalnya:

a. Berhasil sebagai eksekutif yang handal. Ia mampu berkontribusi secara konkret dalam menunjang keberhasilan bisnis. Ia memiliki ketajaman analisa, dan menyadari bahwa kualitas managerial talents-nya sebagai profesional bisa menjadi motor penggerak dalam meraih keberhasilan.
b. Memiliki pola kepemimpinan dan talenta prima sehingga mampu menyelesaikan mengarahkan sekaligus mengendalikan resources perusahaan sesuai target yang telah disepakati dengan menggalang cross-functional teamwork seluruh jajaran manajemen secara baik dan harmoni.
c. Keberhasilan diraah, karena (1) Ia memiliki skills yang diperoleh dari pengalaman dengan dukungan attitude (sikap mental atau pola pikir) positip dalam memahami knowledge. (2) Ia sangat realistis dalam menyikapi situasi bisnis. Ia memiliki imajinasi yang baik namun sangatlah praktis. (3) Ia memiliki kepercyaan diri atau confidence. Kepercayaan dirinya berkembang sehingga mampu mengembangkan, mempertajam, mengembangkan serta memantapkan ketrampilan praksisnya

Akhli dibidang bisnis tertentu secara spesifik. Keakhlian dibidang bisnis – pemasaran atau operasional midsalnya – menjadi landasan baginya dalam memantapkan profesi-nya. Setelah itu ia terus mengembangkan untuk memperluas perspektif bisnis, sehingga memahami konspe bisnis secara terintegrasi. Ia tahu “apa yang ditawarkan perusahaan”; “siapa target market untuk produk layanan yang ditawarkan; sekaligus memahami “bagaimana proses operasional dijalankan secara terintegrasi.

Menguasai pengetahuan bahasa bisnis secara benar. Sebagai pimpinan, memang harus tahu “Apa yang ditawarkan”. “Siapa saja yang menjadi target market perusahaan”. “Bagaimana proses bisnisnya”. Siapa pesaing-pesaing yang harus dicermati. Siapa saja pemasok yang menjadi mitra sejati perusahaan.

Memiliki memiliki keterampilan entrepreneur. Sebagai pimpinan, kita harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkunag bisnis yang terus berubah dengan cepat. Kemampuan mengadaptasi dan mengarahkan perubahan sesuai tuntutan bisnis, merupakan faktor penting sebagai vasis keberhasilan. Pimpinan memang harus mampu mencermati sekaligus memanfaatkan peluang bisnis dengan jelai. Harus disadari bahwa aktivitas bisnis dipengaruhi oleh aturan main yang seyogyanya kita pahami sepenuhnya atau 100% kita pahami benar. Apabila kita mampu menyesuaikan diri – karena kita berani mengambil resiko dalam mencerkmati peluang bisni, kita akan mampu meraih sulses. Apabila kita tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan, kita akan mengalami kegagalan. Untuk meraih sukses dalam bisnis, kita harus memahami prinsip bisnis dan harus bisa menyesuaikan dengan prinsip tersebut.

Konsep bisnis harus diperjelas

Dalam menjalankan bisnis, banyak orang tidak tahu “What business are they in”. Mereka kurang memahami “Apa” yang mereka tawarkan sebenarnya? “siapa” konsumen mereka? dan “Bagaimana” proses mengeksekusi bisnis mereka?
Misalnya, apa yang dijual oleh “supermarket” dan “hypermarket”? Pada dasarnya mereka tidak menjual produk kepada para konsumen, tetapi mereka “memberikan layanan menarik” agar konsumen mendapatkan “benefit” berpengalaman belanja yang menyenangkan bagi masyarakat pembeli.
Disamping itu mereka juga menawarkan layanan kepada para produsesn atau pemasok dengan menyediakan “trade promotion area”. Para produsen dan pemasok membayar sewa untuk “displays, promotions, advertising, discount dan berbagai program kreatif yang dirancang supermarket atau hypermarket”.
Pasar yang sudah semakin tersegmentasi secara luas, membutuhkan aktivitas bisnis yang terspesialisasi. Pasar semacam ini, tidak bisa dilayani oleh produsen yang cenderung menjual semua produk secara general. Dalam kondisi ekonomi yang makin mendunia, perusahaan harus menangani bisnis yang lebih terfokus pada segmen-segmen tertentu, bahkan pada ceruk pasar yang spesifik, apabila ingin bertumbuh dengan baik. Dengan menghadapi perdagangan bebas perusahaan harus menspesialisasi diri (Ries, 1996, p.25). [4]
Globalisasi bisnis mendorong perusahaan untuk menspesialisasi diri. Wajarlah kalau perusahaan besar langsung mempertajam unit bisnisnya agar memiliki SBU tersendiri dalam menghadapi persaingan. Spesialisasi dengan pembentukan unit bisnis memang membutuhkan pengorbanan. Tujuannya untuk me-revitalisasi perusahaan beserta unit bisnisnya dengan baik.
Pengembangan unit bisnis atau divisi yang mandiri mengarahkan upaya mengkonsentrasi diri pada bidang bisnis tertentu. Konsentrasi merupakan upaya kunci untuk meraih keberhasilan ekonomi. Hasil usaha maksimal menuntut pebisnis untuk mengkonsetrasikan kegiatannya pada kegiatan bisnis yang dikuasainya benar untuk meraih keuntungan optimal.
Ada lima langkah penting sebagai formula pendukung keberhasilan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan yang mencoba memperkokoh bisnisnya di “ceruk pasar yang sangat spesifik’ seperti misalnya Toys “R” Us yakni (Ries, 1996, p. 61-72):

1. Narrow focus. Langkah ini yang tersulit karena “counterintuitive”. Umumnya untuk meningkatkan keuntungan bisnis, orang berusaha melakukan ekspansi produk yang ditawarkan. Pertumbuhan bisnis akan meningkat kalau kita lebih banyak menawarkan produik layanan. Tapi kenyataannya bisnis yang terfokus gampang menumbuhkan image bahwa perusahaan menguasai bisnisnya, Kepercayaan konsumenpun meningkat.

2. Stock in depth. Department store menjelang natal menyediakan stok mainan anak-anak sekitar 3000 unit. Toys “R” Us setiap minggu menyediakan stok mainan sekitar 18.000 unit mainan. Ragam produk mainan juga lengkap. Pengadaan stok seperti ini bisa menekan biaya pembelian. Kelengkapan stok ini jugalah yang menempatkan posisi Toys “R” Us bisa mendominasi pasar kategori produk mainan anak anak.

3. Buy cheap. Retailer umumnya meraih keuntungan karena menjual produk, tetapi Toys “R” Us meraih untuk karena membeli produk (buying product). Mereka membeli sekitar seperlima dari seluruh bisnis mainan anak anak, mereka bisa meleverage harga beli produk. Mark-up yang diperoleh Toys “R” Us mencapai sekitar 45%, sekalipun mereka ergantung pada pemasok.

4. Sell cheap. Dengan membeli dan menjual murah, Toys “R” Us bisa menangkal para pesaing.

5. Dominate the category.Bertumpu pada langkah langkah tersebut, Toys “R” Us mampu mendominasi pasar di kategori produk mainan anak anak.




[1] Copyright @ 2007 by Roesanto, Lecturer on Strategy and Leaderships, Emeritus Lektor Kepala di Prasetiya Mulya Business School Jakarta (Nop 1983-March 2007), HP 0811833623, email address roesantoroesanto@yahoo.com atau roesanto@gmail.com atau roesanto@link.net.id
[2] Margery Weinstein (2006): “Building a better leader”; Training; Minneapolis: February 2006. Volume 43, Issue 2, p.31.
[3] Bill Brooks (2006): “Self-Management and Character”; The American Salesman. Burlington. February 2006, February 2006.

[4] Al Ries (1996): Focus; The future of your company depend on it; Harper Business, 1996, p.18.

Kamis, 06 September 2007

Persaingan memacu perubahan

Persaingan memacu perubahan
Oleh Roesanto [1]


Merambahnya hypermarket Carrefour, membuat gerah banyak pihak. Sampai sampai beberapa petinggi Indonesia, menghibau agar pemerintah segera membuat peraturan untuk memproteksi “pasar tradisional”. Tampaknya mereka tidak relajar dari pengalaman selama ini.
Rasanya, pebisnis – besar dan kecil – tak membutuhkan proteksi. Mereka lebih menginginkan pola pemerintahan “yang bersih” dari segala bentuk “korupsi”. Banyak petinggi negeri, harusnya langsung melihat dilapangan, apa yang sebenarnya terjadi.
Menurut pengamatan secara acak – berdasarkan observasi, beberapa dialog dan pemantauan dilapngan – tampak jelas bahwa perkembangan pasar tradisioanal terhambat oleh ulah para penguasa setempat – baik formal maupun non formal. Apabila, pasar tradisional di “manage” dengan gaya Carrefour, saya percaya mereka bisa bersaing. Masalahnya pasar tradisional, hanya di-manage se-adanya. Bahkan kerap di obok-obok oleh penguasa setempat – melalui berbagai pungutan.
Coba kita cermati, perbedaan perlakuan hypermarket dengan pasar tradisional berikut, maka kita akan mulai melihat dimana akar permasalahanya.

Pasar Tradisional
Hypermarket
· Pedagang dipungut sewa tempat atau beli tempat dagang. Untuk pasar ukuran kecil, harga beli tempat dagang bisa mencapai puluhan juta – tergantung luasnya.
· Setiap hari dikutip biaya kebersihan, kemananan dsb. bisa mencapai Rp. 5.000,- sampai Rp. 20.000,-.
· Tempat dagang tak teratur, kotor, bau dan kurang nyaman.
· Mereka berdagang mulai jam 05.00 – 11.00 WIB – tanpa di manage dengan baik.
· Pihak penguasa tidak me-manage pasar tradisional – mereka membiarkan kegiatan pasar secara alami – namun ikut mengambil desempatan demi kepentingan pribadi
· Untuk memasukkan produk di hypermarket, setiap pemasok dikenakan (1) Listing fee – sekitar Rp.3 – 4 jutaan. (2) Biaya space di góndola per SKU atau stock keeping unit sekitar Rp.2.000,- per periode tertentu.
· Aktivitas bisnis hypermarket mulai jam 10.00 – 22.00 WIB – bahkan terkadang di waktu tertentu bisa sampai jam 24.00 WIB.
· Tempat dagang bersih, aman, rapi dan menyenangkan serta di manage dengan baik.
· Dibantu dengan berbagai promosi setiap hari sebagai “traffic builder” untuk meningkatkan jumlah consumen datang ke hypermarket.

Bagaimana mungkin pasar tradisional bisa bersaing dengan baik, kalau aktivitas mereka tidak diberi pendukung apa-apa, malah menjadi lahan atau “sapi perah” banyak pihak yang merasa memiliki kekuasaan di-area pasar tersebut. Sementara hypermarket di manage dengan rapi dengan memperhatikan kepentingan konsumen dan pemasok. Sebab kepentingan mereka bersama hypermarket telah saling memberikan “benefit” demi kemajuan bersama.
Harus disadari bahwa persaingan telah membuat bisnis semakin efisien. Sebaliknya proteksi, membuat kegiatan bisnis ataupun manajemen justru makin tidak efisien. Coba kita simak saja aktivitas layanan KA Parahyangan atau Argo Bromo yang melayani trayek Yakarta Bandung pulang pergi. Karena di proteksi atau diatur oleh pemerintah, Perumka tidak sigap menghadapi persaingan tarnsportasi Jakarta Bandung dan sebaliknya dengan dioperasikannya Jalan Tol Cipularang.
Penumpang KA Parahyangan dan Argo Bromo, bisa menurun sekitar 60% termakan oleh layanan travel Yakarta Bandung PP dari Xtrans, Cipaganti dan Baraya misalnya. Demikian juga layanan paket antaran PT Pos Indonesia untuk Jakarta Bandung, bisa banyak termakan oleh layanan travel.
Perhatian juga, semua layanan perusahaan yang diproteksi apakah mampu bersaing dengan yang lain. Bagaimana layanan jalan toll, tanpa meningkatkan kualitas layanan, langsung menaikkan harga, seolah itu hak mereka.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, khususnya Pasal 48 ayat 3, menyatakan bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif jalan tol dilakukan 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. Namun, justru regulasi semacam inilah yang layak disebut sebagai bentuk legalisasi pemerasan, karena lebih merupakan bentuk kolusi tripartit antara pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pengelola atau bahkan investor jalan tol (Tempointeraktif, 2007).[2]
Joko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum, menandaskan bahwa besaran kenaikan tarif tol bergantung pada data inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kalau inflasi 20 persen, ya, tarif jalan tol naik 20 persen. Kenaikan tarif jalan tol sangat diperlukan untuk meningkatkan pelayanan karena tarif tol di Indonesia paling murah di dunia.
Mengapa kenaikan tersebut, menuai banyak protes? Masyarakat Semarang merasakan sudah banyak membayar pajak STNK, namun layanan pemerintah semakin amburadul. Jalan makin macet. Tol pun bukan lagi sebagai jalan bebas hambatan tetapai jalan Tol alias “terus ora lancar”. Inilah salah satu contoh lagi, bahwa proteksi, membuat kita terlena bahwa persaingan saat ini menuntut kualitas layanan yang harus semakin baik.
Dalam menghadapi persaingan yang makin kompleks, kita harus mengubah diri dan beradaptasi dengan perubahan. Tanpa keberanian untuk berubah, pilihannya hanya ketinggalan pesaing dan tidak mampu bertahan. (Jakarta, Sepetember 12, 2007).



[1] Copyright @ 2007 by Roesanto, Lecturer on Strategy and Leaderships, Emeritus Lektor Kepala di Prasetiya Mulya Business School Jakarta, HP 0811833623, email address roesantoroesanto@yahoo.com atau roesanto@gmail.com atau roesanto@link.net.id
[2] Tempo interaktif (2007): “Tragedi Regulasi Jalan Tol”; Tempo Interaktif, Rabu, 04 Juli 2007 10:42 WIB