Rabu, 19 September 2007

Teamwork diperlukan dalam menangani penugasan kompleks

Teamwork diperlukan dalam menangani penugasan
Oleh Roesanto [1]


Tim “Capital Edge Corporation” dan “Excel Corporation” ditugasi membuat materi pelatihan untuk intitusi pendidikan “The Learning Annex”. Mereka harus menyiapkan materi pelatihan secara team. Mengingat cakupan materi pelatihan harus berorientasi pada konsep terapan yang membutuhkan dukungan kerjasama lintas-fungsi. Tujuannya agar materi dan pemaparannya bisa dilakukan secara terintegrasi melalui diskusi interaktif dengan audience.
Dengan diterapkannya sistem tekhnologi informasi, akan memudahkan para pendidik untuk mengembangkan aktivitas kerjasama tim lintas-fungsi dalam menyiapkan pelatihan yang semakin kompleks. Mereka harus bisa menggali konsep pelatihan ditinjau dari berbagai sudut pandang untuk memudahkan audience untuk mencera esensi pelatihan.
Harus disadari bahwa dalam kegiatan kejasama team secara lintas-fungsi, pasti akan muncul beragam faktor yang bisa mempengaruhi rasa-puas atau ketidak-puasan anggauta team serta audience. Dari hasil penelitian, ternate ada sekitar 9 (Sembilan) faktor yang mempengaruhi persepsi rasa puas dalam kegiatan kerjasama team, yakni (Napier & Johnson, 2007, p.39-49): [2]

Team spirit
Work ethic
Equal contribution of team members.
Communication.
Exceptional team contribution
Technical skills
Project management skills, and
Technical resources

Sementara yang bisa mempengaruhi persepsi rasa ketidak-puasan atas pola kerjasama team, ada 7 (tujuh) faktor, berikut (Napier & Johnson, 2007, p.39-49):

Lack of participation
Inferior technical skills
Poor communication
Unbalanced contributions
Lack of team spirit
Poor work ethic, and
Inadequate technical resources


Perlunya teamwok untuk memantapkan pemaparan materi

Perkembangan sektor bisnis sekarang ini menuntut Perguruan Tinggi untuk mampu menyiapkan mahasiswa mereka agar menjadi “team players” yang efektif. Sebab selama ini, kelemahan utama para lulusan Perguruan Tinggi terletak pada “interpersonal skills”. Mereka cenderung memiliki “silo mentality” sebagai konsekuensi logis, proses pembelajaran berdasarkan Program Studi yang mengacu pada penguasaan ketermapilan fungisonal secara mendalam. Sementara di lapangan, sangat dibutuhkan proses operasional yang berlandaskan pada pola kerjasama lintas-fungsi yang lebih terintegrasi.
Kini Perguruan Tinggi harus merensponsnya dengan memanfaatkan beragam bentuk “active learning” yang berbeda-beda sebagai metode untuk lebih memantapkan “teamwork” dan meningkatkan proses pembelajaran mahasiswa. Inisiatif ini diharapkan bisa membuka wawasan dan meningkatkan kemampan mahasiswa dalam meningkatkan “interpersonal skills” mereka (Ruiz Ulloa & Adams, 2004, p.145). [3]
Melalui teamwork, materi pelatihan akan gampang disiapkan secara padu. Ini memudahkan pemaparan dan presentasi materi tersebut. Melalui presentasi yang baik, pelatihan akan lebih mudah dipahami semua audience. Sebab presentasi, pada dasarnya merupakan “proses dialog kreatif” tentang suatu materi “menarik”. Harus disampaikan dengan “jelas, atraktif”. Bisa mengungkapkan “topik bahasan” berdasarkan fakta realita agar “memberikan manfaat” optimal bagi audience.
Faktor pendukung yang bisa mendasari keberhasilan dalam presentasi yang menarik atensi audience:

Datang lebih awal untuk meyakini bahwa semua sarana pendukung telah disiapkan dengan baik. Apakah kursi tersedia cukup bagi audience? Sampai dimana sarana pendukung presentasi “LCD, Laptop, OHP, layar” sudah tersedia dan siap digunakan. Materi handouts, sudah tersedia sesuai jumlah audience?
Awali presentasi dengan mengenalkan jati diri, materi yang akan dibahas serta mengapa materi tersebut, penting bagi audience.
Usahakan presentasi mengacu pada proses dialog agar proses Tanya jawab dengan audience berjalan lancar dan baik.
Lakukan presentasi dengan antusias, penuh senyum, dan bisa menumbuhkan proses interaksi aktif dengan audience.
Berperilaku benar untuk menciptakan citra positip, mencakup (1) Sikap positip. (2) Kualitas suara, jelas dengan nada yang enak disimak. (3) Gerak tubuh yang santai bersemangat.

Tekhnik presentasi yang bisa menjamin cara menyampaikan materi bahasan secara atraktif:

1. Sediakan waktu untuk mempersiapkan materi presentasi dengan baik. Untuk mendiskusikan materi dalam 1 (satu) jam presentasi, membutuhkan minimal 4 (empat) jam waktu mempersiapkannya.
2. Be yourself. Tangan mencoba meniru gaya presentasi orang lain.
3. Siapkan materi dalam “power point” secara ringkas, jelas, menarik atensi dan mudah dicerna.
4. Tulis “key message” yang ingin disampaikan. Jangan terlalu banyak gambar, grafik, kosakata yang justru bisa mengganggu konsentrasi audience.

Tip yang bisa digunakan untuk memperbaiki cara presentasi atau memberi kuliah yang baik dengan menjalamkan PERFORM berikut:

Presentasi untuk kepentingan audience – mahaiswa. Lakukan presentasi yang memberikan benefit optimal yang bisa menumbuhkan dinamika proses berpikir, proses belajar dengan aktif.
Eksplorasi beragam presentasi yang menarik atensi serta menggugah semangat belajar. Kita bisa memanfatkan tekhnik telaah kasus, mengambil contoh konkret berdasarkan realita ataupun diskusi film. Semua itu harus diselaraskan dengan topic bahasan yang dipresentasikan.
Redifinisi terus cara presentasi kita. Sempurnakan dan terus pertajam cara menyampaikan materi bahasan agar menarik dan mudah dimengerti.
Fokus pada emosi audience. Presentasi harus menyentuk emosional audience sehingga bisa mempengaruhi “persepsi dan pola pikir” audience.
Olah, analisa dan kuasai benar materi presentasi dengan mantap. Ini untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam mendiskusikan materi tersebut.
Realisasikan keterkaitan materi dengan tujuan bahasan yang ingin dicapai. Presentasi merupakan seni dalam mengkombinasikan berbagai materi untuk meyakinkan audience.
Motivasi diri untuk merealisasi komitmen sebagai dosen untuk menyiapkan alumni agar meyakinkan calon pengguna alumni.

Panduan presentasi yang benar

Prinsip utama presentasi yang sukses, ialah bagaimana “presenter” bisa mempengaruhi pemikiran audience. Bagaimana ia mampu mengkomunikasikan idenya secara unik dan berbeda dengan orang lain.
Aada beberapa hal yang bisa dipakai sebagai panduan untuk menyiapkan presentasi agar menarik, inspiratif sehingga meraih sukses. Panduan tersebut antara lain mencakup hal berikut (Graham, 2006, p. 8-13): [4]

Materi disiapkan agar menarik. Dalam waktu 60 detik pertama, presentasi harus inspiratif dan menstimulasi pemikiran pendengarnya. Di-awal, presentasi kita harus jelas, menarik dan menumbuhkan inspirasi tak terlupakan, karena sangat bermanfaat bagi audience. Ini berarti, pimpinan harus mengarahkan pemikiran audience, sejak awal.
Memberikan aspirasi audience. Ingat bahwa dalam presentasi, kita harus bisa meyakinkan auidience sebagai “konsumen” kita. Kita mengenali benar siapa mereka? Dari bagian atau divisi mana saja mereka ini? Apa yang menjadi perhatian atau kebutuhan mereka? Kita harus memfokuskan pada presentasi, apakah untuk memberikan informasi atau mendidik mereka? Tujaun presentasi kita harus jelas untuk memenuhi kebutuhan audience.
Pilih tema presentasi yang kuat, menarik. Materi dikemas dengan cermat, singkat dan jelas, agar mudah dicerna serta gampang di-ingat.
Materi presentasi harus focus pada kebutuhan audience. Presentasi bukan untuk menunjukkan kepiawaian diri kita. Tetapi untuk kepentingan audience.
Komunikasikan manfaat presentasi dengan benar. Apa manfaat materi yang diperlukan audience. Apa yang diharapkan mereka? Gali kebutuhan dan keingian audience sehingga kita bisa mempresentasikan materi yang bermanfaat bagi mereka.
Selaraskan materi dengan pola pikir audience. Gunakan fakta, realita – berupa data kuantitatif dan kualitatif – yang terkait langsung dengan kebutuhan audience.
Lakukan presentasi yang menarik dan memotivasi motivasi audience. Komunikasikan informasi penting dan akurat. Bantu audience memahami materi presentasi kita. Tampilah deengan bersemangat. Gunakan kosakata dan bahasa yang mudah dicerna dan dimengerti audience.
Sesuaikan materi presentasi dengan kebutuhan pribadi audience. Lakukan presentasi secara dialogis. Usahakan kita berbicara langsung dengan setiap pribadi audience. Lengkapi dengan fakta, informasi, statistic, data dan grafik yang terkait dengan kebutuhan audience.
Ajak audience untuk ikut aktif mengemukakan pendapat. Apakah mereka memahami semua yang kita presentasikan? Atau ada beberapa pihak yang belum memahami beberapa materi presentasi? Ajukan peranyaan atau gunakan sedikit jokes untuk memancing animo bertanya.
Usahan agar presentasi terus mengalir dengan lancar. Kapan kita perlu mempercepat, memperlambat atau mengulang materi tertentu? Gunakan visual presentation, Power-point yang menarik, ringkas dan jelas. Jangan terlalu kompleks. Atus waktu presentasi dengan cermat, tepat waktu sesuai kesepakatan bersama.
Siapkan “hard copy” untuk para audience. Jangan sampai audience tidak menyimak materi presentasi. Beri audience, garis-besar presentasi.
Presentasi harus menarik dan menghibur. Presentasi seperti halnya pertunjukan yang menyenangkan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, tim Capital Edge memilih tema “Sex at work”. Mereka berusaha mengetengahkan pola hubungan kerja yang terkadang menyangkut masalah kehidupan seksual. Mereka mengganggap tema tersebut cukup penting. Mereka berusaha untuk mempresentasikan dengan baik. Presentasi tim Capital Edge, akhirnya mendapai nilai 6,68.
Dilain pihak, tim Excel Corporation memilih tema “Stand out how to make your mark”. Mereka lebih memfokuskan pada bagaimana caranya menentukan “sasaran” dengan benar. Presentasi tim Excel, sangat menarik dan menumbuhkan partisipatif aktif audience. Tim Excel dinilai lebih baik, lebih hidup suasana klasnya serta tampak lebih dinamis. Hasil presentasi tim Excel, mendapat nilai 7,07. Mereka memenangi perlomabaan tersebut (Jakarta, September 20, 2007).


[1] Copyright @ 2007 by Roesanto, Lecturer on Strategy Execution and Leaderships, Emeritus Lektor Kepala di Prasetiya Mulya Business School Jakarta, HP 0811833623, email address roesantoroesanto@yahoo.com atau roesanto@gmail.com atau roesanto@link.net.id
[2] Nannette P. Napier & Roy D. Johnson (2007): “Technical Projects: Understanding Teamwork Satisfaction In an Introductory IS Course”; Journal of Information Systems Education; West Lafayette: Sprin 2007, Volume 18, Issue 1; p.39 – 39.

[3] Bianey C. Ruiz Alloa & Stephanie G. Adams (2004): “Attitude toward teamwork and effective learning; Team Performance Management. Bradford: Volume 10, Issue 7/8, p. 145.
[4] John R. Graham (2006): “Making A Better Presentation Than Anyone Else”; The American Salesman. Burlington: March 2006. Volume 51, Issue 3; p. 8-13.

Perubahan Pola Pikir Secara Mendasar

Perubahan pola pikir secara mendasar
Oleh Roesanto [1]


Kemajuan tekhnologi telah mengubah kehidupan masyarakat kita secara fundamental. Telah memaksa semua pimpinan untuk mengubah pola pikirnya. Kita memang harus berubah, apabila kita ingin mempertahankan kelangsungan hidup organisasi yang kita pimpin. Ini membutuhkan keberanian. Menuntut kejujuran semua pihak dalam menghadapi realita kehidupan.
Situasi persaingan, sudah semakin kompleks. Semua aktib=vitas bisnis, sudah mendunia. Kita tidak bisa menghalang-halangi institusi klas dunia agar tidak masuk kepasar Indonesia. Kini, pemain baru didunia pendidikan Luar Negeri, sudah mulai masuk ke Indonesia. Ini erupakan tantangan sekaligus peluang bagi kita yang cepat beradaptasi. Peka dan cerdik dalam melakukan berbagai pembenahan.
Dalam menghadapi persaingan yang sudah mendunia, setiap Perguruan Tinggi harus memahami posisi mereka dalam menyiapkan kader pimpinan bangsa. Dimana, untuk memahami dampak globalisasi, kita bisa menganalogkan dinamikanya bagaikan suatu bangunan bertingkat tiga, sebagai berikut (Ibarra-Colado, 2007, p.117-138): [2]

The upper floor dimana berada “major world business”. Mereka terdiri dari “transnational corporation, high technology and innovation, hyper-flexibility”, dan “virtual arrangement corporation” yang bekerja berbasis jejaring tekhnologi serta “real-time relation”, didukung “knowledge labor” yang bekerja secara tim dalam melakukan berbagai inovasi. Prusahaan klas dunia ini berbasis “academic capitalism” serta menerapkan “new forms of production knowledge”.
The ground-level floor mencakup perusahaan klas dunia yang menjalankan praktek operasional “just-in-time flexibility, zero inventory” dan memiliki “excellence high skilled and well-paid workers”. Kelompok perusahaan ini merupakan segmen pasar yang harus digarap Perguruan Tinggi yang harus bisa menyiapkan tenaga sebagai pendukung “knowledge factories” tersebut.
The bottom floor berupa bangunan “basement” yang umumny berfungsi untuk tempat semacam “gudang”. Umumnya basement agak tersembunyi, gelap dan lembab. Dimana berada perusahaan “tradisional” yang sulit mengadaptasi perubahan. Perusaaan di level ini, akan mudah tersingkir oleh kemajuan dan perubahan jaman.

Menyadari realita tersebut, diharapkan setiap Perguruan Tinggi memahami peran dan kontribusinya. Tahu apa yang harus dibenahi sehingga mampu menunjang penyiapan kader bangsa dalam menghadapi persaingan yang terus berubah dengan cepat.
Persaingan yang semakin kompleks, memaksa banyak Perguruan Tingg (PT) untuk memilih strategi yang bisa meningkatkan “efficiency” dan “effectiveness” operasional mereka. Rasanya upaya rekayasa-ulang proses operasional PT menjadi salah satu alternative yang bisa dimanfaatkan untuk membenahi “productivity, cost control” dan “asset management”.
Proses rekayasa-ulang merupakan upaya proses “merancang-ulang” dan “melakukan pengorganisasian-ulang” aktivitas operacional PT untuk tidak sekedar mempertahankan “status quo” semata. Sasaran utama proses rekayasa-ulang ialah untuk melakukan “terobosan” dalam membenahi proses operasional PT. Proses rekayasa-ulang secara organisasi berbasis pada interaksi dua faktor, yakni (Sohail et al., 2006, p.279):[3]

Total customer satisfaction
Effective and efficient internal process.

Perlu dicatat bahwa keberhasilan organisasi ddengan melakukan pendekatan “inside-out” ialah melalui “commitment” dan “dedication” pimpinan untuk memenuhi kebutuhan/tuntutan konsumen. Pendekatan “inside-out” ini, dikenal sebagai upaya “managing employees”. Dimana merupakan upaya bukan semata membuat mereka nyaman bekerja, tetapi pimpinan harus mampu “managing” pegawai dengan sikap perilaku yang tepat agar PT bisa bersaing di pasar dengan lebih baik.
Pmebenahan operasional Perguruan Tinggi, perlu ditopang dengan penerapan “Student Relationship Management atau SRM. Sebab Perguruan Tinggi yang mampu beroperasi dengan prima, umumnya memiliki “outstanding reaserchers” dan “excellent students”. Dimana, konsep SRM, merupakan aktivitas “business relationship” antara Perguruan Tinggi dengan mahasiswa mereka. Relationship ini dilakukan secara holistis dan sistematis dalam menangani beragam kepentingan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Orentasi stratejik SRM mengacu pada upaya meningkatkan “customer satisfaction, customer loyalty”, serta berbagai “benefit” yang menguntungkan hubungan antara PTs dengan mahasiswa. Konsep SRM – bertumpu pada konsep CRM – yang mencukup tiga komponen “analytical, operasional” dan “collaborative CRM” yang dilakukan kedua belah pihak (Hilbert et al., 2007, p. 204-220). [4]
Harus disadari bahwa pengeluaran untuk proses belajar mengajar dan kegiatan penelitian, akhir-akhir ini terus meningkat. Sementara subsidi Pemerintah atau Yayasan cenderung tetap, kalau tidak malahan terus menurun. Apakah semua pengeluaran untuk kedua kegiatan tersebut, terpaksa dibebankan kepada mahasiswa? Atau harus dilakukan alternative penggalangan dana dari sumber lain?
Untuk itu harus dicari solusi yang andal agar bisa dilakukan upaya “fund raising”. Kegiatan ini harus bisa melibatkan mahasiswa dan alumni PT. Disinilah pentingnya SRM bagi semua pihak yang terlibat. Sebab efektivitas kegiatan SRM yang padu, akan bisa meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dengan mengentegrasikan para alumni beserta pengalaman parktek mereka didalam kegiatan “lectures”. Melalui pendekatan SRM yang intens, Universitas bisa mendiskusikan serta manganalisis kasus realitas di kehidupan nyata. Pembenahan ini akan meningkatkan citra Universitas yang akhirnya mengarah pada “peluang kerja prospektif” didunia nyata bagi calon alumni Universitas. Pada akhirnya semua itu akan meningkatkan jumlah peminat yang ingin masuk ke Universitas tersebut.
Untuk menerapkan SRM secara efektif, harus konsiten dengan layanan yang di-tawarkan Universitas. Dimana karakteristik layanan Universitas mencakup dua dua karakteristik berikut (Hilbert et al., 2007, p. 204-220):

Layanan yang kasat-mata dan yang tan-wujud. Dimana layanan tan-wujud, sangat menentukan kualitas Universitas – berupa atribut “confidence” dan “expert knowledge” yang dimilikinya.
Kegiatan Universitas yang terintegrasi dengan aktivitas eksternal secara padu. Sebab aktivtas mahasiswa dengan segala pengalamannya dilapangan, sangat mempengaruhi kualitas proses belajar-mengajar Universitas. Karena Semarang ini – kualitas pendidikan di Universitas – sangat ditentukan oleh kemampuan mahasiswa untuk memantapkan “intellectual capability” serta “learning motivation” mereka.

Sayangnya “life cycle” SRM, berhenti begitu mahasiswa berhasil menyandang gelar mereka. Begitu lulus, seolah-olah, pihak Perguruan Tinggi tidak lagi merasa berkewajiban untuk menggalang atau mempertahankan SRM secara kontinu. Tak heran kalau banyak Perguruan Tinggi yang tidak memiliki dokumentasi berapa prosen alumni mereka yang “cepat mendapatkan pekerjaan” dan berapa “prosen” yang bernasib kurang baik, sulit mencari pekerjaan. Siapa yang peduli? (Jakarta, September 19, 2007).



[1] Copyright @ 2007 by Roesanto, Lecturer on Strategy Execution and Leaderships, Emeritus Lektor Kepala di Prasetiya Mulya Business School Jakarta, HP 0811833623, email address roesantoroesanto@yahoo.com atau roesanto@gmail.com atau roesanto@link.net.id
[2] (Eduardo Ibarra-Colado (2007): “Future University in Present Times: Autonomy, Governance and The Entrepreneurial University”, Management Revue. Mering. Vol. 18, Iss. 2; pg. 117-138.
[3] M. Sadiq Sohail, Salina Daud & Jegatheesan Rajadurai (2006): “Restructuring a higher education institution; A case study from a developing country”; The International Journal of Educational Management. Bradford, Vol. 20, Iss. 4; pg. 279
[4] Andreas Hilbert, Karoline Schönbrunn & Sophie Schmode (2007): “Student Relationship Management in Germany - Foundations and Opportunities”; Management Revue.Mering: Vol. 18, Iss. 2; pg. 204 – 220.

Senin, 17 September 2007

Esensi penentuan sasaran yang benar

Esensi penentuan sasaran yang benar
Oleh Roesanto [1]



"A man without a goal is like a ship without a rudder." Thomas Carlyle.

"People with goals succeed because they know where they're going." Earl Nightingale

"Goals provide the energy source that powers our lives. One of the best ways we can get the most from the energy we have is to focus it. That is what goals can do for us; concentrate our energy." Denis Waitley

"Discipline is the bridge between goals and accomplishment." John Rohn

Mencermati kata-kata bijak diatas, jelas kiranya bahwa keberhasilan akan mudah kita realisasi, kalau tahu benar sasaran kita bersama. Diana sasaran yang spesifik jelas, akan menjadi sumber kekuatan dan penyeangat daya juang kita. Dan ini memutuhkan disipin dan komitmen semua pihak.
Menyadari hal tersebut, dalam menetapkan sasaran dengan benar, haruslah memenuhi prasyarat “SMARTEST” berikut (Christenbury & Koze, 2007): [2]

Specific, harus spesifik berapa jumlah target mahasiwa, kebutuhan anggaran serta sumber daya yang didiperlukan demi kelancaran operasional.
Measurable, harus terukur dalam jumlah yang jelas.
Action-oriented, dijabarkan secara operacional untuk bisa di-tindak-lanjuti oleh semua jajaran organisasi
Realistic, nalar dan masuk akal sesuai kapasitas, potensi dan sumber daya yang realita dimiliki organisasi.
Time and resource-constrained, batas waktu realisasi sasaran, jelas dengan memperhatikan keterbatasan “resource” yang dimiliknya.
Engaging, menarik minat semua jajaran sehingga mereka bersemangat dan terotivasi untuk merealisasinya – karena didukung “enforcement” dengan reward and punishment systems yang konsisten dan objective.
Shifting the goals, sasaran selalu dikaji ulang agar selalu sesuai dengan tuntutan perubahan yang terus terjadi akibat perkembangan persaingan yang semakin kompleks.
Team effort, semua jajaran bersatu padu dengan komitmen tinggi untuk bersama sama merealisasi sasaran yang telah disepakati

Setelah, berhasil menentukan sasaran yang memenuhi prasyarat “SMARTEST”, langkah selanjutnya yang harus dilakukan antara lain ialah (Christenbyry & Koze, 2007):

Menjabarkan sasaran kedalam tahapan yang jelas untuk mempermudah eksekusi dan implementasinya.
Memacu motivasi dan kesepakatan semua pihak.
Mengkoordinasi serta memonitor pelaksanaan kegiatan untuk merealisasi sasaran agar tetap berjalan di alur yang telah ditetapkan bersama.
Terus dilakukan analisa ulang secara berkala, sehingga mudah dilakukan berbagai penyesuaian apabila terjadi perubahan yang signifikan.

Sayangnya, sasaran yang telah digariskan organisasi, kerapkali kurang dikomunikasikan dengan baik. Tanpa komunikasi yang jelas dalam menjabarkan sasasarn kedalam aktivitas nyata, ini bisa mengakibatkan tidak adanya keterlibatan dan komitmen semua pihak. Masalah yang muncul ialah adanya kesenjangan dalam mengeksekusi proses kerja untuk merealisasi sasaran tersebut.
Akibatnya, jajaran pimpinan “front-liner” yang langsung menghadapi situasi di-lapangan, tidak mengetahui benar apa saja sasaran yang harus direalisasinya. Mereka tidak diberi panduan untuk menentukan taktik dan strategi dalam merealisasi sasaran tersebut. (Jakarta, September 17, 2007).




[1] Copyright @ 2007 by Roesanto, Lecturer on Strategy Execution and Leaderships, Emeritus Lektor Kepala di Prasetiya Mulya Business School Jakarta, HP 0811833623, email address roesantoroesanto@yahoo.com atau roesanto@gmail.com atau roesanto@link.net.id
[2] Paul Christenbury & John Koze (2007): “Steps for Successful Goal Setting and Achievement & The SMARTEST Goal Setting Techniques”; www.topachievement.com , September 17, 2007